Buat kita orang tua, yang telah terlatih berpuluh kali menjalani puasa tentu sudah tahu apa hakikat dan faedah puasa. Tapi bagaimana dengan anak-anak kita? Untuk itu marilah kita manfaatkan semaksimal mungkin kesempatan emas dengan datangnya Ramadhan yang mulia ini untuk memberikan latihan-latihan ruhiyah bagi anak-anak kita, dengan mempersiapkan dan melatih mereka menjalankan ibadah puasa yang baik dan ikhlas tentunya.
Lantas kapan anak sudah bisa kita trainning berpuasa? Untuk menjawabnya mari kita simak sebuah hadits ketika seseorang bertanya kepada Rosulullah tentang : Kapan seorang anak dilatih untuk shalat? Rosulullah menjawab: “Jika ia sudah dapat membedakan tangan kanan dan tangan kirinya.” Kalau kita memperhatikan hadits di atas, menurut Bapak dan Ibu,usia berapa anak kita bisa membedakan tangan kanan dan tangan kirinya? Tentu sekitar 2 sampai 3 tahun bukan? Tapi yang jelas tidak ada standar usia yang pasti kapan anak sudah mampu ikut berpuasa.
Membangun Pondasi Mental
Dunia medis mengatakan bahwa bayi setiap 4 jam harus makan. Semakin tambah usia maka pengosongan lambung juga akan bisa tahan lebih lama, yaitu mencapai 8 jam, kemudian 12 jam dan seterusnya. Kadang ada anak yang umur 6 tahun sudah kuat berpuasa tapi tidak sedikit pula anak yang berumur lebih besar dari itu namun belum kuat untuk berpuasa. Semua tergantung kepada bagaimana membangun mental psikologis anak sejak dini, bagaimana anak mempunyai niat dan kesadaran sendiri untuk berpuasa bukan atas paksaan atau tekanan dari orang tua.
Membangun mental psikologis anak, bisa dilatih sedini mungkin. Diawali dengan mengajak anak untuk ikut bangun sahur dan biarkan ia melihat aktifitas keluarganya di saat itu. Ia akan merasakan nikmatnya kebersamaan meski ngantuk karena hal semacam ini sulit ia jumpai di hari-hari biasa. Menjelang pagi sampai matahari diatas ubun-ubun, si anak akan menemui keganjilan. Ibu, Ayah atau kakak-kakaknya tidak ada yang makan dan minum. Bila matahari terbenam dia akan melihat kembali bagaimana semua anggota keluarga berkumpul sambil menikmati hidangan yang belum tentu disajikan pada hari biasa. Secara tidak langsung anak akan ikut merasakan bagaimana nikmatnya santap buka bersama setelah seharian penuh menahan lapar dan dahaga.
Pemandangan-pemandangan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilihat dan dirasakan oleh anak inilah yang akan membangun psikologis ia nantinya. Karena faktor psikologislah yang berperan penting untuk mengatur kapan ia ingin berpuasa, sampai berapa lama, dsb. Umur tidaklah menjadi ukuran saklak. Jadi, biarkanlah anak yang merasakan sendiri nikmatnya berpuasa, tanpa adanya tekanan dari orang tua. Orang tua cukup memberi tauladan lewat haliyah sehari-hari kepada mereka.
Cinta Tanpa Paksaan
Melatih anak berpuasa tidak bisa dilakukan dengan cara paksa. Diperlukan proses yang bertahap. Tahap latihan puasa ini dapat diterapkan pada anak dengan waktu yang tak harus penuh. Misal, dalam bahasa Sunda ada istilah sadawuh atau puasa sampai pukul 10 pagi, sabedug artinya berbuka setelah bedug Zhuhur berbunyi. Setelah itu, barulah mencoba untuk meningkatkan hingga Maghrib.
Melatih anak berpuasa di bulan Ramadhan, memerlukan perhatian ekstra. Namun perlu dicatat, tujuan utama melatih anak berpuasa adalah agar pada diri anak tumbuh kecintaan terhadap ibadah puasa. Maka dalam melatih, keceriaan mereka menjalankan puasa harus diprioritaskan dibanding keberhasilan secara kuantitas. Jangan memaksakan kehendak, menuntut anak agar bisa berpuasa secara syar’i.
Untuk bisa menggembirakan anak di bulan Ramadhan, kita bisa menempuh beberapa cara, di antaranya:
1.Tahapan sahur
Merupakan tahapan pertama yang harus dihadapi orang tua dalam pelaksanaan pelatihan berpuasa. Bangun sekitar pukul tiga dini hari, bagi anak-anak bukanlah hal mudah. Sehingga orang tua perlu sabar, tulus dan penuh kasih sayang saat membangunkannya. Buatlah suasana rumah menyenangkan, misalnya dengan alunan ayat suci Alquran, nasyid, maupun lagu anak-anak, termasuk menikmati acara televisi.
Saat anak malas makan, sang ibu perlu kreatif untuk membujuk mereka agar mau makan. Misalnya dengan mengajak mereka makan di halaman rumah sambil berjalan-jalan, mengiringi anak makan sambil membacakan cerita, dan sebagainya. Untuk menu makanan, pilihlah yang praktis namun sudah cukup kalori. Susu, telur dan roti, misalnya, pilihan yang sering disukai anak-anak, tidak memerlukan waktu lama untuk memakannya, namun memenuhi kebutuhan kesehatan dan kekuatan tubuh.
2. Tahapan berbuka
Jika anak belum berpengalaman puasa, kemudian ia minta berbuka kapan saja, maka izinkanlah. Namun setelah itu, berilah anak pengertian dan motivasi agar kemampuan berpuasanya semakin ditingkatkan.
Ide untuk selalu berpuasa setelah berbuka pun bisa dicoba. Setelah berbuka pukul sepuluh, katakan kepada mereka bahwa mereka bisa melanjutkan puasanya, dan begitu seterusnya hingga datang waktu Maghrib. Jangan lupa untuk mengikutsertakan anak pada saat berbuka, walau mereka telah berbuka sebelumnya. Saat berbuka bisa menjadi “peristiwa rohani” yang membahagiakan anak.
3. Pengkondisian lingkungan
Selama masa latihan, orang tua perlu menciptakan lingkungan yang mendukung, baik di keluarga maupun sekolah. Singkirkan jauh-jauh makanan dan minuman apapun dari pandangan anak-anak. Kosongkan meja serta lemari makan. Beri pengertian pada adiknya yang agar tidak makan di depan kakak yang berpuasa. Dan sekali lagi kebersamaan saat berbuka atau makan sahur harus dilanggengkan. Buat suasana yang cair dan ceria saat itu.
4. Memberi hadiah
Memberi hadiah atas perjuangan anak untuk berpuasa bisa maenambah motivasi. Hadiah tidak perlu mahal atau berbentuk benda, karena pujian bisa menjadi hadiah istimewa bagi anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar