UAPAYA DAN KIPRAH MAULANA SYAIKH SEBAGAI
AGENT OF CHANGE
MEMBANGUN ETOS DI NTB
TGKH MUHAMMAD ZAINUDDIN AM |
Sejak
tahun 1934 M, jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
ini lahir, Maulana Syaikh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul
Madjid telah menancapkan kiprahnya untuk negeri ini berjuang membangun
keberagamaan umat dan masyarakat yang saat itu masih hidup terpuruk,
tenggelam dalam kebodohan dan keterbelakangan di berbagai sektor
kehidupan. Lalu, kehadiran dan kemunculan “sang matahari terbit dari
timur” (gelar Maulana Syeikh-red) ini di mata umat, “bagaikan air
yang menghilangkan haus dan dahaga dan bagaikan hujan yang turun membawa
berkah, ketika menyirami bumi yang sedang tandus dan gersang”.
Betapa tidak, dalam
penelusuran kami pada aspek keberagamaan umat misalnya, dimana
keberadaan masyarakat Sasak di pulau Lombok NTB yang didiami oleh
mayoritas masyarakat muslim, yang kemudian populer dengan sebutan ”Pulau
Seribu Masjid”, ternyata tidak lepas dari berbagai bentuk hiruk pikuk
praktik-praktik keberagamaan yang melenceng dari dimensi aqidah,
syari`ah ataupun akhlak. Khusus dalam dimensi aqidah Islam misalnya,
praktik faham animisme dan pantaisme menjadi anutan di wilayah ini.
Pemujaan dan penyembahan seperti pada roh-roh leluhur dari berbagai dewa
lokal lainnya merupakan fokus utama dari praktek keberagamaan yang
disebut dengan istilah Sasak Boda. Dalam dimensi syari`ah
misalnya lagi, wilayah Lombok NTB inipun sangat terkenal dengan salah
satu bentuk praktik keberagamaan yang disebut dengan istilah, Wetu Telu.
Sebuah fenomena praktik syari`ah Islam yang jelas melenceng dari rel
syari`at Islam. Wetu Telu ini menurut beberapa kalangan menyebutnya
semacam penganut Islam Abangan yang ada dikalangan masyarakat Jawa.
Sementara pada dimensi akhlak, yakni pada tataran tasawuf khususnya,
wilayah inipun sangat melekat dan kental dengan praktik tasawuf dalam
bentuk tarekat ”syetan” (meminjam istilah Maulana Syeikh-red), yakni
bentuk praktik thariqat yang melepaskan diri dari dimensi syari`at Islam
yang sempurna. Mereka berkeyakinan bahwa dalam peribadatan kepada Allah
itu, cukuplah hanya dengan berthariqat saja, karena dengan thariqat
yang dianutnya itu dapat mengantarkan mereka pada kebebasan dalam
menjalankan syari`at (meninggalklan shalat-red).
Illustrasi
diatas adalah fenomena dari satu sisi dan dimensi yang terkait dengan
keberagamaan umat saat itu. Artinya, belum lagi illustrasi mengenai
keberadaan masyarakat yang masih hidup dalam ketertindasan dari kaum
kolonialis yang menenggelamkan harkat dan martabat masyarakatnya,
sehingga umat atau masyarakatpun larut hidup dalam kebodohan dan
keterbelakangan bahkan kehinaan.
Oleh
sebab itu, dengan memperhatikan berbagai fenomena keberagamaan umat dan
kondisi masyarakat Lombok dan NTB yang saat itu masih tenggelam hidup
dalam kebodohan dan keterbelakangan dalam berbagai sektor kehidupan,
sebagaimana digambarkan diatas, maka kami ingin mengatakan bahwa
kehadiran dan kemunculan Maulana Syaikh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid dalam kiprahnya membangun etos perubahan umat
yang dimulai sejak menginjakkan kakinya di Bumi Selaparang Lombok, NTB
ini, maka kami ungkapkan beliau itu di mata umat,” Bagaikan air yang
dapat menghilangkan haus dan dahaga dan bagaikan hujan yang turun
membawa berkah, ketika menyirami bumi yang sedang tandus dan gersang”. Dari kiprahnya inipun, layak kita sebut Maulana Syaikh itu sebagai ulama agen of change (agen perubahan) di daerah NTB khususnya dan Indonesia umumnya.
Penyebutan
penulis terhadap Maulana Syaikh seperti ini, pada dasarnya bukanlah
berlebihan dan tidak beralasan, tapi semua ini adalah realita yang tidak
terbantahkan dengan melihat betapa banyak perubahan dan kemajuan nyata
yang ”dahsyat” , masih dapat kita rasakan bersama saat ini.
Dengan
demikian, eksistensi Maulana Syaikh sebagai agen perubahan dan
membentuk etos hidup yang berbasis Iman Taqwa tidak diragukan lagi,
inilah kado terbaik Maulana Syeikh untuk warga Nahdaltul Wathan dan
masyarakat NTB agar menjadi pelaku perubahan sekarang dan nanti. Wallahu A’lamu Bissawab!
Muslihan Habib, M.Ag
Muslihan Habib, M.Ag
Tidak ada komentar:
Posting Komentar