Silih bergantinya hari dan bulan
adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi setiap muslim. Betapa tidak, Allah
telah melimpahkan berbagai rahmat dan kemurahan-Nya kepada umat Islam, berupa
kebaikan dan amalan sholih yang disyari’atkan pada hari-hari atau
bulan-bulan itu. Dalam sepekan misalnya, ada hari Jum’at yang padanya terdapat
sejumlah keutamaan, ada Senin dan Kamis yang merupakan waktu puasa sunnah yang
telah dimaklumi keutamaannya. Demikian pula di berbagai bulan ada sejumlah
keutamaan padanya, seperti bulan Ramadhan, bulan Dzul Hijjah dan lain-lainnya.
Maka sudah sepatutnya bagi seorang muslim untuk mengenal dan mengetahui apa
yang dituntunkan agamanya di saat menyongsong bulan-bulan tersebut agar
kehidupannya -insyâ’ Allah- menjadi suatu yang sangat berarti dan penuh
kebahagiaan di dunia yang fana ini dan sangat bermakna untuk akhiratnya kelak.
Namun jangan lupa, bahwa di masa ini sangat banyak terjadi bentuk ritual ibadah
yang sama sekali tidak memiliki dasar tuntunannya dalam syari’at kita, karena
itu haruslah dibedakan antara hal yang dituntunkan dengan hal yang tidak ada
tuntunannya bahkan merupakan perkara baru dalam agama alias bid’ah. Seluruh hal
ini harus diperhatikan agar “maksud memetik nikmat” tidak berubah menjadi
“menuai petaka”.
Berkenaan dengan datangnya bulan
Sya’ban 1434H, maka berikut ini kami ketengahkan kepada para pembaca yang
budiman, beberapa hadits yang berkaitan dengan bulan Sya’ban. Diuraikannya
hadits-hadits shohih yang berkaitan dengan bulan Sya’ban ini adalah dalam
rangka mengingatkan bahwa hadits-hadits tersebut sepatutnya diamalkan. Semoga
Allah mencurahkan taufiq dan ‘inâyah-Nya kepada kita semua.
Beberapa Hadits Shohih Seputar
Sya’ban
Hadits Pertama
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلُ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلُ لاَ
يَصُوْمُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ
صِيَامً مِنْهُ فِيْ شَعْبَانَ
“Adalah Rasulullah shollallâhu
‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam berpuasa hingga kami berkata bahwa beliau tidak
akan berbuka, dan beliau berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak
akan/pernah berpuasa, maka saya tidak pernah melihat Rasulullah shollallâhu
‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam menyempurnakan puasa sebulan selain bulan
Ramadhan dan tidaklah saya melihat paling banyaknya beliau berpuasa di bulan
Sya’ban.”
Takhrijul Hadits
Dikeluarkan oleh Al-Bukhâry no.
1969, Muslim no. 1156, Abu Dâud no. 2434, An-Nasâ’i 4/151 dan Ibnu Majah no.
1710 dari ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ.
Fiqih Hadits
Hadits di atas, menunjukkan bahwa
Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam tidak pernah
berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, sebab hal tersebut
merupakan puasa wajib terhadap kaum muslimin. Adapun puasa sunnah maka
kebanyakan puasa beliau adalah pada bulan Sya’ban.
Hadits Kedua
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَسَلَّمَ يَصُوْمُ شَهْرَيْنِ مَتَتَابِعَيْنِ إِلاَّ شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ
“Saya tidak pernah melihat Nabi shollallâhu
‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali pada
Sya’ban dan Ramadhan.”
Takhrijul Hadits
Hadits di atas, dikeluarkan oleh Abu
Dâud no. 2336, At-Tirmidzy no. 735, An-Nasâ’i 4/151, 200, Ad-Dârimy 2/29 dan
lain-lainnya dari Ummu Salamah radhiyallâhu ‘anhâ. Dan sanadnya shohih.
Fiqih Hadits
Hadits di atas, lebih mempertegas
bahwa Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam paling banyak
berpuasa di bulan Sya’ban. Bukan artinya beliau puasa Sya’ban sebulan penuh
sebagaimana yang kadang dipahami dari konteks hadits di atas, karena orang yang
berpuasa di kebanyakan hari pada suatu bulan, oleh orang Arab, dikatakan dia
telah berpuasa sebulan penuh. Maka tidak ada pertentangan antara hadits ini dengan
hadits-hadits sebelumnya. Demikian keterangan Imam Ibnul Mubarak rahimahullâh
dalam mengkompromikan antara dua hadits di atas.
Adapun Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullâh,
beliau berpendapat bahwa dua hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah shollallâhu
‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam pada sebagian tahun beliau berpuasa Sya’ban
sebulan penuh dan pada sebagian lainnya beliau hanya berpuasa pada kebanyakan
saja.
Hadits Ketiga
Fari Usamah bin Zaid radhiyallâhu
‘anhu, beliau berkata kepada Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ
âlihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, saya tidak pernah melihat engkau
berpuasa dalam suatu bulan sebagaimana engkau berpuasa pada bulan Sya’ban?”
Maka beliau menjawab,
ذَلِكَ
شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَب وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ
فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعُ عَمَلِيْ
وَأَنَا صَائِمٌ
“Itu adalah bulan antara Rajab dan
Ramadhan yang manusia lalai darinya. Dan ia adalah bulan yang padanya segala
amalan akan diangkat kepada Rabbul ‘Alamin. Maka saya senang amalanku diangkat
sementara saya sedang berpuasa.”
Takhrijul Hadits
Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad
5/201, Ibnu Abu Syaibah 2/347, An-Nasâ’i 4/201, Ath-Thahawy dalam Syarah
Ma’âny Al-Atsâr 2/82, Al-Baihaqy dalam Syu’bul Imân 3/377 dan Abu
Nu’aim dalam Al-Hilyah 9/18. Dan sanadnya dihasankan oleh Syaikh
Al-Albany dalam Irwâ’ul Ghalîl 4/103 dan Tamâmul Minnah hal. 412.
Fiqih Hadits
Berkata Ibnu Rajab rahimahullâh,
“Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam telah menyebutkan
bahwa tatkala (bulan Sya’ban) dihimpit oleh dua bulan yang agung; bulan Harom
(Rajab) dan bulan Puasa (Ramadhan), maka manusia pun sibuk dengan keduanya
sehingga (Sya’ban) terlalaikan. Dan banyak manusia yang menyangka bahwa puasa
Rajab lebuh afdhal dari puasa (Sya’ban) karena ia adalah bulan haram,
dan hakikatnya tidak demikian.”
Dan dari hadits di atas, para ulama
juga memetik dua hikmah kenapa Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa
sallam banyak berpuasa di bulan Sya’ban, yaitu karena banyak manusia yang
lalai darinya dan beliau senang amalan beliau terangkat sedangkan beliau dalam
keadaan berpuasa.
Dan sebagian ulama menyebutkan bahwa
hikmah dari puasa Sya’ban adalah sebagai latihan guna menghadapi puasa
Ramadhan. Tatkala seseorang telah merasakan manis dan lezatnya berpuasa di
bulan Sya’ban, maka ia akan masuk pada bulan Ramadhan dalam keadaan penuh
semangat dan kesiapan serta telah terbiasa untuk berpuasa.
Hadits Keempat
يَطَّلِعُ اللهُ إِلَى خَلْقِهِ لَيلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ مُشْرِكٌ أَوْ مَشَاحِنٌ
“Allah melihat kepada makhluk-Nya
pada malam nishfu (pertengahan) Sya’ban lalu mengampuni seluruh makhluk-Nya
kecuali orang musyrik dan orang yang bertikai.”
Hadits di atas dikeluarkan oleh
sejumlah Imam Ahli Hadist dari hadits Abu Bakr Ash-Shiddîq, Mu’âdz bin Jabal,
Abu Tsa’labah Al-Khusyany, ‘Aisyah, Abu Hurairah, ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash,
Abu Musa Al-‘Asy’ary, ‘Auf bin Mâlik, ‘Utsmân bil Abil ‘Ash dan Abu Umâmah
Al-Bâhily radhiyallâhu ‘anhum .
Hadits di atas adalah satu-satunya
hadits shohîh yang menunjukkan keutamaan malam nishfu Sya’ban.
Dan hal ini berlaku bagi mereka yang mempunyai kebiasaan beribadah pada malam
hari yang bertepatan dengan malam nishfu Sya’ban. Ini bukanlah berarti bahwa
diizinkan untuk melakukan ibadah-ibadah khusus yang tidak pernah dilakukan pada
hari-hari lainnya sebagaimana kebiasaan sebagian manusia yang menghidupkan
malam nishfu Sya’ban secara khusus.
Tidak pernah dinukil dari Nabi shollallâhu
‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam dan para shahabatnya ada yang menghidupkan
malam nishfu Sya’ban secara khusus dengan melaksanakan shalat lail dengan
melebihkan malam-malam lainnya, apalagi melakukan ritual-ritual khusus yang
sama sekali tidak ada tuntunannya dalam agama kita, mohon maaf bila ada kekurangan dari hadits-hadits tersebeut.
Wallahua'lam Bissawab.
Wallahua'lam Bissawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar