Rabu, 07 Juli 2010

Ramadhan Ceria Bersama Keluarga

Gayung Ramadhan sebentar lagi kita sambut. Bulan yang identik dengan puasa wajib yang menjadi salah satu rukun islam. Bulan yang penuh rahmah, ampunan dan pembebasan dari api neraka.

Buat kita orang tua, yang telah terlatih berpuluh kali menjalani puasa tentu sudah tahu apa hakikat dan faedah puasa. Tapi bagaimana dengan anak-anak kita? Untuk itu marilah kita manfaatkan semaksimal mungkin kesempatan emas dengan datangnya Ramadhan yang mulia ini untuk memberikan latihan-latihan ruhiyah bagi anak-anak kita, dengan mempersiapkan dan melatih mereka menjalankan ibadah puasa yang baik dan ikhlas tentunya.

Lantas kapan anak sudah bisa kita trainning berpuasa? Untuk menjawabnya mari kita simak sebuah hadits ketika seseorang bertanya kepada Rosulullah tentang : Kapan seorang anak dilatih untuk shalat? Rosulullah menjawab: “Jika ia sudah dapat membedakan tangan kanan dan tangan kirinya.” Kalau kita memperhatikan hadits di atas, menurut Bapak dan Ibu,usia berapa anak kita bisa membedakan tangan kanan dan tangan kirinya? Tentu sekitar 2 sampai 3 tahun bukan? Tapi yang jelas tidak ada standar usia yang pasti kapan anak sudah mampu ikut berpuasa.

Membangun Pondasi Mental

Dunia medis mengatakan bahwa bayi setiap 4 jam harus makan. Semakin tambah usia maka pengosongan lambung juga akan bisa tahan lebih lama, yaitu mencapai 8 jam, kemudian 12 jam dan seterusnya. Kadang ada anak yang umur 6 tahun sudah kuat berpuasa tapi tidak sedikit pula anak yang berumur lebih besar dari itu namun belum kuat untuk berpuasa. Semua tergantung kepada bagaimana membangun mental psikologis anak sejak dini, bagaimana anak mempunyai niat dan kesadaran sendiri untuk berpuasa bukan atas paksaan atau tekanan dari orang tua.

Membangun mental psikologis anak, bisa dilatih sedini mungkin. Diawali dengan mengajak anak untuk ikut bangun sahur dan biarkan ia melihat aktifitas keluarganya di saat itu. Ia akan merasakan nikmatnya kebersamaan meski ngantuk karena hal semacam ini sulit ia jumpai di hari-hari biasa. Menjelang pagi sampai matahari diatas ubun-ubun, si anak akan menemui keganjilan. Ibu, Ayah atau kakak-kakaknya tidak ada yang makan dan minum. Bila matahari terbenam dia akan melihat kembali bagaimana semua anggota keluarga berkumpul sambil menikmati hidangan yang belum tentu disajikan pada hari biasa. Secara tidak langsung anak akan ikut merasakan bagaimana nikmatnya santap buka bersama setelah seharian penuh menahan lapar dan dahaga.

Pemandangan-pemandangan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilihat dan dirasakan oleh anak inilah yang akan membangun psikologis ia nantinya. Karena faktor psikologislah yang berperan penting untuk mengatur kapan ia ingin berpuasa, sampai berapa lama, dsb. Umur tidaklah menjadi ukuran saklak. Jadi, biarkanlah anak yang merasakan sendiri nikmatnya berpuasa, tanpa adanya tekanan dari orang tua. Orang tua cukup memberi tauladan lewat haliyah sehari-hari kepada mereka.

Cinta Tanpa Paksaan

Melatih anak berpuasa tidak bisa dilakukan dengan cara paksa. Diperlukan proses yang bertahap. Tahap latihan puasa ini dapat diterapkan pada anak dengan waktu yang tak harus penuh. Misal, dalam bahasa Sunda ada istilah sadawuh atau puasa sampai pukul 10 pagi, sabedug artinya berbuka setelah bedug Zhuhur berbunyi. Setelah itu, barulah mencoba untuk meningkatkan hingga Maghrib.

Melatih anak berpuasa di bulan Ramadhan, memerlukan perhatian ekstra. Namun perlu dicatat, tujuan utama melatih anak berpuasa adalah agar pada diri anak tumbuh kecintaan terhadap ibadah puasa. Maka dalam melatih, keceriaan mereka menjalankan puasa harus diprioritaskan dibanding keberhasilan secara kuantitas. Jangan memaksakan kehendak, menuntut anak agar bisa berpuasa secara syar’i.

Untuk bisa menggembirakan anak di bulan Ramadhan, kita bisa menempuh beberapa cara, di antaranya:

1.Tahapan sahur

Merupakan tahapan pertama yang harus dihadapi orang tua dalam pelaksanaan pelatihan berpuasa. Bangun sekitar pukul tiga dini hari, bagi anak-anak bukanlah hal mudah. Sehingga orang tua perlu sabar, tulus dan penuh kasih sayang saat membangunkannya. Buatlah suasana rumah menyenangkan, misalnya dengan alunan ayat suci Alquran, nasyid, maupun lagu anak-anak, termasuk menikmati acara televisi.

Saat anak malas makan, sang ibu perlu kreatif untuk membujuk mereka agar mau makan. Misalnya dengan mengajak mereka makan di halaman rumah sambil berjalan-jalan, mengiringi anak makan sambil membacakan cerita, dan sebagainya. Untuk menu makanan, pilihlah yang praktis namun sudah cukup kalori. Susu, telur dan roti, misalnya, pilihan yang sering disukai anak-anak, tidak memerlukan waktu lama untuk memakannya, namun memenuhi kebutuhan kesehatan dan kekuatan tubuh.

2. Tahapan berbuka

Jika anak belum berpengalaman puasa, kemudian ia minta berbuka kapan saja, maka izinkanlah. Namun setelah itu, berilah anak pengertian dan motivasi agar kemampuan berpuasanya semakin ditingkatkan.

Ide untuk selalu berpuasa setelah berbuka pun bisa dicoba. Setelah berbuka pukul sepuluh, katakan kepada mereka bahwa mereka bisa melanjutkan puasanya, dan begitu seterusnya hingga datang waktu Maghrib. Jangan lupa untuk mengikutsertakan anak pada saat berbuka, walau mereka telah berbuka sebelumnya. Saat berbuka bisa menjadi “peristiwa rohani” yang membahagiakan anak.

3. Pengkondisian lingkungan

Selama masa latihan, orang tua perlu menciptakan lingkungan yang mendukung, baik di keluarga maupun sekolah. Singkirkan jauh-jauh makanan dan minuman apapun dari pandangan anak-anak. Kosongkan meja serta lemari makan. Beri pengertian pada adiknya yang agar tidak makan di depan kakak yang berpuasa. Dan sekali lagi kebersamaan saat berbuka atau makan sahur harus dilanggengkan. Buat suasana yang cair dan ceria saat itu.

4. Memberi hadiah

Memberi hadiah atas perjuangan anak untuk berpuasa bisa maenambah motivasi. Hadiah tidak perlu mahal atau berbentuk benda, karena pujian bisa menjadi hadiah istimewa bagi anak.

Minggu, 04 Juli 2010

Motto


Pendidikan Pondok pesantren asyafi'iyah nw penangsak menekankan pada pembentukan pribadi mukmin muslim yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berpikiran bebas. Kriteria atau sifat-sifat utama ini merupakan motto pendidikan di Pondok pesantren asyafi'iyah nw penangsak .

1. Berbudi tinggi

Berbudi tinggi merupakan landasan paling utama yang ditanamkan oleh Pondok ini kepada seluruh santrinya dalam semua tingkatan; dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Realisasi penanaman motto ini dilakukan melalui seluruh unsur pendidikan yang ada.

2. Berbadan Sehat

Tubuh yang sehat adalah sisi lain yang dianggap penting dalam pendidikan di Pondok ini. Dengan tubuh yang sehat para santri akan dapat melaksanakan tugas hidup dan beribadah dengan sebaik-baiknya. Pemeliharaan kesehatan dilakukan melalui berbagai kegiatan olahraga, dan bahkan ada olahraga rutin yang wajib diikuti oleh seluruh santri sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

3. Berpengetahuan Luas

Para santri di Pondok ini dididik melalui proses yang telah dirancang secara sistematik untuk dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mereka. Santri tidak hanya diajari pengetahuan, lebih dari itu mereka diajari cara belajar yang dapat digunakan untuk membuka gudang pengetahuan. pengasuh pondok pesantren sering berpesan bahwa pengetahuan itu luas, tidak terbatas, tetapi tidak boleh terlepas dari berbudi tinggi, sehingga seseorang itu tahu untuk apa ia belajar serta tahu prinsip untuk apa ia manambah ilmu.

4. Berpikiran Bebas

Berpikiran bebas tidaklah berarti bebas sebebas-bebasnya (liberal). Kebebasan di sini tidak boleh menghilangkan prinsip, teristimewa prinsip sebagai muslim mukmin. Justru kebebasan di sini merupakan lambang kematangan dan kedewasaan dari hasil pendidikan yang telah diterangi petunjuk ilahi (hidayatullah). Motto ini ditanamkan sesudah santri memiliki budi tinggi atau budi luhur dan sesudah ia berpengetahuan luas.

Gagasan dan Cita-Cita


Apakah gagasan dan cita-cita para pendiri Pondok pesantren assyafi'iyah nw penangsak, sehingga mempunyai tekad yang begitu besar? Cita-citanya terutama adalah rasa tanggung jawab memajukan ummat Islam dalan mencari ridha Allah. Tempat yang dipilih untuk mewujudkan cita-cita itu adalah Pondok Pesantren, yaitu lembaga pendidikan Islam yang pernah berjaya pada masa nenek moyang mereka tatapi pada saat itu telah mati.

Pendidikan pondok pesantren adalah model pendidikan Islam yang banyak dipakai dan berlaku di beberapa negara Islam. Namun, di negara-negara itu pendidikan Islam telah banyak mengalami kemajuan dan perkembangan, sedangkan lembaga pendidikan pesantren di Indonesia karena situasi penjajahan dan lain-lain belum mampu berkembang pesat sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan di negara-negara Islam lainnya. Karena itu pengembangan pondok pesantren di Indonesia perlu mengambil kaca perbandingan dari lembaga-lembaga Islam di luar negeri yang serupa dengan sistem pendidikan pesantren.